Selasa, 08 Januari 2013

konseling kelompok


  1. Pengertian Konseling Kelompok
Menurut Shertzer dan Stone (dalam W.S. Winkel & M.M. Sri Hastuti, 2007 : 590) konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.
Menurut Rochman Natawidjaja (dalam Mungin Eddy Wibowo, 2005 : 32) yang mengemukakan bahwa konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya.
2. Tujuan Konseling Kelompok
Menurut Gerald Corey (dalam W.S. Winkel & M.M Sri Hastuti, 2007 : 592) tujuan secara umum dari konseling kelompok adalah sebagai berikut :
  1. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan lebih baik dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadiannya.
  2. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.
  3. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi  di dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkunagn kelompoknya.
  4. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain.
  5. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
Menurut Hansen dkk (dalam Mungin Eddy Wibowo, 2005 : 305) tujuan konseling kelompok adalah sebagai berikut :
  1. Memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
  2. Membantu menghilangkan titik-titik lemah yang dapat mengganggu siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
  3. Membantu mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan kari.
3. Proses Konseling Kelompok
Gerald Corey (dalam Mungin Eddy Wibowo, 2005 : 85) mendefinisikan proses konseling kelompok sebagai tahap-tahap perkembangan suatu kelompok dan karakteristik setiap tahap.
Terdapat keragaman dalam mengklasifikasikan dan menamai tahapan-tahapan dalam proses konseling kelompok oleh beberapa para ahli yaitu antara lain:
Menurut Gerald Corey ada 4 tahapan dalam proses konseling kelompok yaitu
  1. Tahap orientasi
  2. Tahap transisi
  3. Tahap kerja
  4. Tahap konsolidasi
Menurut Jacobs, Harvill & Masson mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi 3 tahap yaitu :
  1. Tahap permulaan
  2. Tahap pertengahan atau tahap kerja
  3. Tahap pengakhiran atau tahap penutupan
Menurut Gibson & Mitchell mengklasifikasikan proses konseling kelompok kedalam 5 tahap yaitu :
  1. Tahap pembentukan kelompok
  2. Tahap identifikasi
  3. Tahap produktivitas
  4. Tahap realisasi
  5. Tahap terminasi
Meskipun para ahli berbeda dalam mengklasifikasikan tahapan proses konseling kelompok, penjelasan mereka tentang tahap-tahap tersebut menunjukkan adanya kesamaan, yaitu menggambarkan kemajuan dinamika proses kelompok yang dialami oleh kelompok konseling, yaitu mulai dari suasana yang umumnya penuh kekakuan, kebekuan, keraguan, dalam interaksi menuju ke kerjasama dan saling  berbagi pengalaman sampai pada akhirnya sama-sama berupaya mengembangkan perilaku baru yang lebih tepat berkenaan dengan persoalan masing-masing.
4. Etika dalam Konseling Kelompok
Menurut Mungin Eddy Wibowo (2005 : 341) etika dalam konseling kelompok adalah etika yang disetujui yang konsisten dengan komitmen etika dalam arti yang lebih luas (politik, moral dan agama) yang kita anggap masuk akal dan yang bisa diterapkan oleh klien maupun pihak pemberi bimbingan. Etika tidak bersifat absolut. Etika bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Jika tidak demikian etika-etika bisa menjadi penghambat dan bukan lagi sebagai suatu penuntun untuk pengembangan kerja dan pengembangan diri. Karena ada beberapa etika yang bersifat universal (tidak berubah) dalam bidang hubungan antar manusia. kode etik untuk bidang tersebut diterima sepanjang waktu
.5. Kekuatan dan Keterbatasan Konseling Kelompok
Menurut Mungin Eddy Wibowo (2005 :41) ada beberapa kekuatan konseling kelompok yaitu antara lain :
  1. Kepraktisan, yaitu dalam waktu yang relative singkat konselor dapat berhadapan dengan sejumlah siswa di dalam kelompok dalam upaya untuk membantu memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pencegahan, pengembangan pribadi dan pengentasan masalah.
  2. Dalam konseling kelompok anggota akan belajar untuk berlatih tentang prilaku yang baru.
  3. Dalam konseling kelompok terdapat kesempatan luas untuk berkomunikasi dengan teman-teman mengenai segala kebutuhan yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengentasan masalah yang dialami oleh setiap anggota.
  4. Konseling kelompok member kesempatan para anggota untuk mempelajari keterampilan sosial.
  5. Anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk saling memberi bantuan, menerima bantuan dan berempati dengan tulus didalam konseling kelompok.
  6.  Motivasi manusia muncul dari hubungan kelompok kecil. Manusia membutuhkan penerimaan, pengakuan, dan afiliasi, apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi semua, maka perilaku, sikap, pendapat dan apa yang disebut cirri-ciri pribadi sebagai ciri unik individu yang berakar dari pola afiliasi kelompok yang menentukan konteks sosial seseorang hidup dan berfungsi dapat mewujudkan melalui intervensi konseling kelompok.
  7. Melalui konseling kelompok, individu-individu mencapai tujuannya dan berhubungan dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif.

Selain memiliki kekuatan, konseling kelompok juga memiliki keterbatasan yaitu sebagai berikut :
  1. Tidak semua siswa cocok berada dalam kelompok, beberapa diantaranya membutuhkan perhatian dan intervensi individual.
  2. Tidak semua siswa siap atau bersedia untuk bersikap terbuka dan jujur mengemukakan isi hatinya terhadap teman-temannya di dalam kelompok, lebih-lebih yang akan dikatakan terasa memalukan bagi dirinya.
  3. Persoalan pribadi satu-dua anggota kelompok makin kurang mendapat perhatian dan tanggapan bagaimana mestinya, karena perhatian kelompok terfokus pada persoalan pribadi anggota yang lain, sebagai akibatnya siswa tidak akan merasa puas.
  4. Sering siswa mengharapkan terlalu banyak bantuan dari kelompok, sehingga tidak berusaha untuk berubah.
  5. Sering kelompok bukan dijadikan sarana untuk berlatih melakukan perubahan, tapi justru dipakai sebagai tujuan.
sumber :
Gerald Coray. 2009. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Munggin Eddy Wibowo. 2002. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT UNNES.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Grasindo.

Jenis-Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

Jenis-jenis layanan pada dasarnya merupakan operasionalisasi dari konsepbimbingan dan konseling dalam rangka memenuhi berbagai asas, prinsip, fungsidan tujuan bimbingan dan konseling. Dalam perspektif kebijakan pendidikannasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan. Namun sangat mungkin ke depannyaakan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan maupun kegiatan

pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkandua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun,kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistempendidikan di sekolah.Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan ketujuh jenis layanan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam pendidikannasional.Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling: 

1.      Layanan OrientasiLayanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yangdipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik dilingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satutahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agarpeserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan barusecara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

2.      Layanan InformasiLayanan informasi adalah layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi diri, sosial,belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalahmembantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentangsesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkaninformasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsiuntuk pencegahan dan pemahaman.

3.      Layanan PembelajaranLayanan pembelajaran merupakan layanan yang memungkinan pesertadidik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasaimateri belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dankemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya,dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaanbelajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.


4.      Layanan Penempatan dan PenyaluranLayanan penempatan dan penyaluran merupakan layanan yangmemungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalamkelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang,kegiatan ko/ekstra kurikuler sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisipribadinya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenapbakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan penempatan dan penyaluranberfungsi untuk pengembangan.

5.      Layanan Penguasaan KontenLayanan penguasaan konten merupakan layanan yang membantu pesertadidik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yangberguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
6.      Layanan Konseling PeroranganLayanan konseling perorangan merupakan layanan yang memungkinanpeserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan)dengan guru pembimbing untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yangdihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling peroranganadalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya.Layanan konseling perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.7.

7.      Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang memungkinansejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, baik sebagaiindividu maupun sebagai pelajar, kegiatan belajar, karir/jabatan, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok.Layanan bimbingan kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan.8.

8.      Layanan Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok merupakan layanan yang memungkinanpeserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok.

9.    Masalah yang dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami olehmasing-masing anggota kelompok. Layanan konseling kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.9.

10. Layanan KonsultasiLayanan Konsultasi merupakan layanan yang membantu peserta didik danatau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yangperlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.Pengertian konsultasi dalam program BK adalah sebagai suatu proses penyediaanbantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnyadalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitaspeserta didik atau sekolah konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain.


11. Layanan MediasiLayanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan ataupun perselisihan dan memperbaiki hubunganantar peserta didik dengan konselor sebagai mediator.

Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal


Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal

Secara umum kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaiman seorang siswa belajar.
Di bawah ini adalah masalah-masalah belajar yang bersifat internal dan masalah-masalah yang bersifat eksternal:
1.      Masalah belajar internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a.       Kesehatan
b.      Rasa aman
c.       Faktor kemampuan intelektual
d.      Faktor afektif seperti perasaan dan percaya diri
e.       Motivasi
f.       Kematangan untuk belajar
g.      Usia
h.      Kematangan untuk belajar
i.        Usia
j.        Jenis kelamin
k.      Latar belakang social
l.        Kebiasaan belajar
m.    Kemampuan mengingat
n.      Dan kemampuan penginderaan seperti: melihat, mendengar atau merasakan.

Ø  Contoh dari masalah belajar internal dapat dilihat dari kasus berikut:
Ita gadis cilik berusia 9 tahun. Akhir-akhir ini prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya selalu buruk kalau soal-soal ulangan ditulis di papan tulis. Namun ketika ujian sumatif, hasil ulangan Ita tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan dibagikan kepada setiap murid. Namun demikian, peringkat Ita di kelas turun drastis, dari peringkat 5 menjadi peringkat 20. Dari kasus di atas dapat dilihat, masalah yang ditekankan adalah kemampuan indera untuk menangkap rangsangan. Ita tampaknya mempunyai kesulitan dalam penglihatan. Ini terbukti dari berbedanya hasil yang dicapai antara ulangan harian yang soalnya ditulis di papan tulis dengan ulangan sumatif yang soalnya dicetak dan dibagikan kepada setiap murid.
Dengan pemahaman di atas maka dapat dikemukakan bahwa masalah-masalah belajar internal dapat bersifat : (1) Biologis dan (2) Psikologis.
Masalah yang bersifat biologis artinya menyangkut masalah yang bersifat kejasmanian, seperti kesehatan, cacat badan, kurang makan dan sebagainya. Sementara hal yang bersifat Psikologis adalah masalah yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, IQ, konstelasi psikis yang terwujud emosi dan gangguan psikis.

2.      Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a.       Kebersihan rumah
b.      Udara yang panas
c.       Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
d.      Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
e.       Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah
f.       Kualitas proses belajar mengajar.

Ø  Contoh dari masalah belajar eksternal dapat dilihat dari kasus berikut:
Talia seorang gadis cilik duduk di kelas III SD. Ia termasuk salah seoprang dari sejulah anak di kelasnya yang belum dapat membaca dengan lancar. Setiap pelajaran membaca, ia menjadi ketakutan karena setiap membuka mulut, ia ditertawakan oleh teman-temannya. Gurunya hanya membiarkan saja dan mengalihkan giliran kepada murid lain. Akibatnya, Talia selalu ketinggalan dari teman-temannya. Di rumah, Talia selalu dimarahi karena dalam membaca ia dikalahkan Doli adiknya yang duduk di kelas II. Pada kasus ini tampaknya lebih banyak menekankan pada pengaruh lingkungan, ketinggalan Talia dalam membaca tampaknya lebih banyak disebabkan oleh “rasa takut” dan tertekan yang ditimbulkan oleh sikap lingkungan yang tidak mendorong Talia untuk belajar.

Belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal:

A.    Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani siswa.

·         Faktor Internal dibedakan menjadi:
1.      Faktor Fisiologis.
Faktor Fisiologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan jasmani seseorang, misalnya tentang fungsi organ-organ, dan susunan-susunan tubuh yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Faktor Fisiologis yang dapat mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Kondisi jasmani pada umumnya dapat dikatakan melatarbelakangi kegiatan belajar. Keadaan jasmani yang optimal akan berbeda sekali hasil belajarnya bila dibandingkan dengan keadaan jasmani yang lemah. Sehubungan dengan keadaan atau kondisi jasmani tersebut, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1)      Cukupnya nutrisi (nilai makanan dan gizi), yaitu:
Tubuh yang kekurangan gizi makanan, akan mengakibatkan merosotnya kondisi jasmani. Sehingga, menyebabkan seseorang belajarnya menjadi cepat lesu, mengantuk, dan tidak ada semangat untuk belajar. Pada akhirnya siswa tidak dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan.

·         Beberapa penyakit ringan yang diderita
Dapat berupa pilek, sakit gigi, batuk, dan lain sejenisnya. Semua itu tentu akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

2)      Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu
Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang dapat mempegaruhi kegiatan belajar di sini adalah fungsi-fungsi panca indera. Panca indera yang memegang peranan penting dalam belajar adalah mata dan telinga. Apabila mekanisme mata dan telinga kurang berfungsi, maka tanggapan yang disampaikan dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh anak didik. Jadi, siswa tidak dapat menerima dan memahami bahan-bahan pelajaran, baik yang langsung disampaikan oleh guru, maupun melalui buku bacaan.

2.      Faktor Psikologis
Faktor Psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan siswa. Faktor Psikologis dapat dibedakan menjadi:
a.       Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan. Bakat anak akan dimulai tampak sejak ia dapat berbicara atau sudah masuk Sekolah Dasar (SD). Bakat yang dimiliki setiap anak tidaklah sama. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak dalam bidang-bidang studi tertentu. Jadi, merupakan hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan atau keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya. Dengan tidak adanya fektor penunjang dan usaha untuk mengembangkannya, maka bakat tersebut lama kelamaan akan punah. Untuk itu agar kegiatan belajar berhasil dengan didasari bakat tersebut maka harus adanya faktor penunjang. Di antaranya, fasilitas untuk sarana, pembiayaan, dan dorongan moral dari orang tua serta minat yang dimiliki.
b.      Minat
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu. Dalam minat, ada dua hal yang harus diperhatikan:
1)      Minat Pembawaan
Minat ini muncul dengan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik kebutuhan maupun lingkungan.
2)      Minat yang muncul karena adanya pengaruh dari luar
Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh lingkunga dan kebutuhan. Spesialisasi bidang studi9 yang tidak sesuai dengan minatnya, tidak mempunyai daya tarik baginya.
c.       Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada anak, memungkinkan anak untuk dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan mpersoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya, jika tingkat kemampuan dasar anak rendah maka dapat mengakibatkan ank mengalami kesulitan dalam belajar.
d.      Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal manusia yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Fungsi motivasi adalah mendorong sesorang untuk interes pada kegitan yang akan dikerjakan, menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, dan mendorong seseorang untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya motovasi yang baik dalam belajar, akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula.

B.     Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor Eksternal dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Faktor Sosial
Faktor sosial dibagi menjadi beberapa lingkungan, yaitu:
a.       Lingkungan keluarga, yaitu:
1)      Orang tua
Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan pengertian dari orang tua. Apabila anak sedang belajar, anak jangan diganggu dengan tugas rumah. Orang tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah. Didikan orang tua yang kurang baik akan berpengaruh tidak baik pula terhadap kondisi anak dalam kegiatan belajar.
2)      Suasana rumah
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis akan menimbulakan suasana kaku dan tegang dalam berkeluarga yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar. Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan belajar yang kuat bagi anak.
3)      Kemampuan ekonomi keluarga
Hasil belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi juga alat-alat belajar yang memadai, seperti buku, pensil, pena, peta, bahkan buku bacaan. Sedangkan sebagian besar, alat-alat pelajaran harus disediakan sendiri oleh murid yang bersangkutan. Bagi orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai, sudah barang tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya itu secara maksimal. Maka murid akan menanggung resiko yang tidak diharapkan.
4)      Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Jadi, anak-anak hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik agar mendorong anak untuk belajar.

b.       Lingkungan Guru, yaitu:
1)      Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara rutin akan menyebabkan proses belajar menjadi kurang lancar, dan menyebabkan anak didik merasa ada distansi (jarak) dengan guru, sehingga segan untuk berpartisipai aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2)      Hubungan antar murid
Guru yang kurang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akna mengetahui bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Suasana kelas semacam ini sangat tidak diharapkan dalam proses belajar. Untuk itu maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar bersama, hal ini dimaksudkan agar kondisi individual siswa berlangsung dengan baik.
3)      Cara penyajian bahan pelajaran
Guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah guru yang mencoba metode-metode baru, yang dapat membantu dalam meningkatkan kondisi belajar siswa.

c.        Lingkungan Masyarakat, yaitu:
1)      Teman Bergaul
Pergaulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam dan membentuk kepribadian dan sosialisasi anak. Orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai mendapat teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena prilaku yang tidak baik, akan mudah sekali menular kepada anak lain.
2)      Pola Hidup Lingkungan
Pola hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di kondisi masyarakat kumuh yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi belajar anak, karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar.
3)      Kegiatan dalam masyarakat
Kegiatan dalam masyarakat dapat berupa karang taruna, menari, olah raga, dan lain sebagainya. Bila kegiatan tersebut dilakukan secara berlebihan, tentu akan menghambat kegiatan belajar. Jadi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya.
4)      Mass Media
Mass media adalah sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar. Misalnya, bioskop, radio, video-kaset, novel, majalah, dan lain-lain. Banyak anak yang terlalu lama menonton TV, membaca novel, majalah yang tidak dibertanggung jawabkan dari segi pendidikan. Sehingga, mereka akan lupa akan tugas belajarnya. Maka dari itu, buku bacaan, video-kaset, majalah, dan mass media lainnya perlu diadakan pengawasan yang ketat dan diseleksi dengan teliti.

2.       Faktor Non-sosial

Faktor non-sosial adalah sebagai berikut:
·         Sarana dan prasarana sekolah, adalah sebagai berikut:
1)      Kurikulum
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Sistem intruksional sekarang menghendaki, bahwa dalam proses belajar mengajar yang dipentingkan adalah kebutuhan anak. Maka guru perlu mendalami dengan baik dan harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual.
Kurikulum pada dasarnya disusun berdasarkan tuntutan zaman dan kemajuan masyarakat yang didasarkan suatu rencana pembangunan lima tahunan yang diberlakukan pemerintah. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntunan kebutuhan baru, akibatnya kurikulum perlu dikonstruksi yang menimbulkan lahirnya kurikulum baru.

Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah:

a.       Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah, bila tujuan berubah maka pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi akan berubah. Sekurang-kurangnya, kegiatan belajar mangajar perlu diubah,
b.      Isi pendidikan berubah; akibatnya buku-buku pelajaran dan buku bacaan serta sumber yang lain akan berubah. Hal ini menimbulkan anggaran pendidikan disemua tingkat,
c.       Kegiatan belajar mengajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru. Bila pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan siswa akan mengalami perubahan, dan
d.      Evaluasi berubah; akibatnya guru akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan ukuran lulusan yang baru.
Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru, siswa, petugas pendidik serta orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”. Bagi Siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru dengan cara siswa harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”. Bagi petugas pendidik, ia juga perlu mempelajari tata kerja pada kurikulum “baru”, dan menghindarkan diri dari tata kerja pada kurikulum ”lama”. Bagi Orang Tua siswa, ia perlu mempelajari maksud, tata kerja, peran guru, dan peran siswa dalam belajr pada kurikulum “baru” serta memahami adanya metode dan teknik belajar “baru” bagi anak-anaknya maka ia dapat membantu proses belajar anaknya secara baik.

2)      Media pendidikan
Media pendidikan dapat berupa buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD, komputer dan lain sebagainya. Pada umumnya, sekolah masih kurang memiliki media tersebut, baik dalam jumlah maupun kualitas. Lengkapnya media pendidikan merupakan kondisi belajar yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya media pendidikan menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola media pendidikan sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.”
Media pendidikan dalam proses belajar adalah barang mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah dan uang masyarakat. Maksud pembelian tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya media pendidikan berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya.